Jumat, 14 Oktober 2016

KAJIAN STRUKTURAL NOVEL KELIR SLINDET KARYA KEDUNG DARMA ROMANSA



Sastra adalah kegiatan kreaatif, sebuah karya seni (Wellek & Warren, 1990:3). Dikatakan sebuah karya seni karena memiliki nilai keindahan dalam karya tersebut. Para ahli mempersempit definisi dengan mengatakan bahwa karya seni yang termasuk dalam karya sastra adalah karya yang berupa hasil imajinasi atau menulis kreatif (Bachrudin, 2008:22).
NOVEL adalah salah satu jenis karyaa sastra yang memiliki karakter tersendiri. Sebagai sebuah teks, novel pada dasarnya bersifat otonom untuk melakukan dekontekstualisasi, baik dari sudut pandang sosiologis maupun psikologis, serta untuk melakukan rekontekstualisasi secara berbeda di dalam tindakan membaca.
Otonomi teks ada 3 macam, yaitu (1) intense atau maksud pengarang, (2) situasi cultural dan kondisi social pengadaan teks, dan (3) untuk siapa teks itu dimaksudkan.  Setelah melakukan kajian pada novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansa dengan menggunakan yakni kajian structural maka diuraikan sebagai berikut:
1.       Tema
        Tema ialah inti atau ide  dasar sebuah cerita. Dari ide daasar itulah kemudia cerita dibangun oleh pengarangnya dengan memanfaatkan unsure-unsur instrinsik seperti plot, penokohan, latar dll. (Kosasih: 2006)
        Salah satu cara untuk mengetahui ide dasar dari prosa fiksi adalah dengan cara menguraikan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita.    
        Pada bagian pertama digambarkan suasana mushola yang sedang ramai karena ada kegiatan latihan kasidah. Di luar mushola datanglah seorang anak lelaki yang begitu menggebu ingin melihat wajah gadis belia berkerudung biri dengan bibir merah kepundung yang tiada lain adalah Safitri. Anak lelaki itu bernama Mukimin, dengan membawa rasa penasaran yang menggebu dia lewati semua rintangan yang beresiko, berada mengendap-endap di bawah kandang kambing yang baud an tanah yang becek hanya untuk mengintip Safitri dari balik kaca nako mushola.
        Pada bagian kedua. Meski diawali dengan penggambaran kondisi desa Cikedung dan Indramayu, namun disitulah cinta mulai bersemi. Mukimin mulai melancarkan aksinya untuk mendapatkan hati Safitri.
        Bagian ketiga menggambarkan tentang hobi Safitri dan latar belaakang ibu bapak Safitri dan H. Nasir. Namun di bagian ketiga juga digambarkan bagaimana Mukimin menjadi semakin menggila pada sosok Safitri.
        Pada bagian ketiga puluh menggambarkan tentang kondisi Safitri yang kian tertekan. Ia makin murung. Sudah tak ada lagi tempat yang aman untuk Safitri di desanya. Pada  akhirnya ia memutuskan pergi dari rumaah dengan membawa badan yang sedang mengandung.
        Pada bagian teraakhir, bagian ketiga puluh satu. Menghadirkan sebuah pembelaan tokoh Didi kepada Safitri dan menambah teka teki perihal orang yang telah menghamili Safitri pada lima bulan yang lalu.
        Novel yang cukup apik mendeskripsikan kondisi cultural dan social masyarakat Indramayu ini mengangkat tema percintaan dengan latar realitas kehidupan masyarakat pantura yang kumuh, miskin dan berada dalam kubangan kejumudan. Sosok Safitri benar-benar menjadi pusat perhatian di tengah masyarakat, dimana safitri yang dicintai oleh kedua adik kakak anak H. Nasir yaitu Mukimin (Muhaimin) dan Mushtafa. Selain itu ada sosok Saprudin dan Didi yang diam-diam menyukainya. Meskipun dari sekian laki-laki yang mencintainya, Saafitri hanya mencintai Mukimin karenaa kepolosan, kekonyolan dan ketololannya yang membuat ia terkesan.

Kutipan 1
“Dari semua orang yang mencintai Safitri, Mukiminlah yang paling membekas di hatinya. Sikap konyol dan tolol Mukimin yang selalu membuat Safitri tertawa.” (halaman 239)

2.       Alur
        Alur pada novel ini menggunakan alur campuran. Pada bagian awal memang menggunakan alur maju. Namun di satu sisi penulis juga memaparkan kisah masa lalu dari beberapa tokoh pada novel ini.

Kutipan 1
“Sesosok wajah gelap itu seperti dipaksa bangkit dari kubur masa lalunya. Lima bulan ia berusaha melupakan, meskipun sesekali masih ada bayangan melintas di kepalanya. Sekarang ketakutan-ketakutan yang pernah dibayangkannya muncul. Mata-mata itu telah menelanjanginya dengan sorotan sinis dan sarat caci makian” (halaman 223)


3.       Penokohan
        Tokoh dan karakter dalam novel Kelir Slindet disajikan oleh penulis dengan dua metode, metode langsung atau disebut metode analitik. Yang kedua metode tak langsung atau disebut metode dramatic.

SAFITRI
Tokoh yang menjadi pusat perhatian dalam novel ini sesungguhnya adalah Safitri. Seorang gadis belia desa Cikedung berumur 14 tahun anak dari pasangan Saritem dan Sukirman. Kehadiran Safitri di Cikedung banyak menarik perhatian warga, terutama anak-anak muda yang mencari cinta.
Safitri terbilang gadis yang tabah meskipun ia harus menanggung beban hokum social ibu bapaknya yang memiliki kelakuan tidak terpuji sebagai seorang telembuk dan tukang mabuk.
Safitri juga menanggung beban harapan dan cita-cita ibunya agar dapat dipinang oleh anak keluarga H. Nasir juga diharapkan menjadi artis dangdut tarling terkenal.
Safitri juga dihadapkan dalam dilemma besar harus dicintai oleh kakak beradik anak H. Nasir yaitu Mukimin dan Musthafa. Meskipun ia lebih memilih Mukimin adik Mushtafa yang tololl dan tengil. Ketimbang Mushtafa yang juga guru ngaji dan pimpinan grup kasidah di mushola tempat Safitri biasa beraktifitas.
Cinta Safitri dan Mukimin memang sulit bersatu karena keadaan yang tidak memungkinkan. Pertama karena dendam kedua orang tua dari kedua belah pihak, dan lagi Mukimin masih belia dan belum siap menikahi Safitri.
Bukan karena fitnah, caci maki dan cibiran masyarakat tentang kedua orang tuanya yang membuat safitri berubah menjadi diri orang lain, tapi yang membuat Safitri dilanda dalam kebimbangan adalah setelah Safitri dihamili oleh orang misterius. Sejak itulah ia berubah, lebih berani tampil di panggung tarlingan dengan centil, manja kepada para penggemarnya dan memberontak kepada orang tuanya.
Diawal cinta bersemi dari dangdut kasidah hingga pergi membawa beban haram jadah.

Tokoh-tokoh lain yang mendukung:
MUKIMIN, MUSHTAFA, SARITEM, SUKIRMAN, H. NASIR, SAPRUDIN, CASTA, KARTAM, BEKI, DIDI DLL

4.       Latar
        Latar adalah peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminudin, 2010: 67).
        Di dalam novel ini, penulis banyak menceritakan tempat-tempat yang mendeskrpsikan kondisi geografis desa Cikedung dan Indramayu pada umumnya. Seperti hamparan sawah, parit, jalanan kampong, perkampungan, pasar, makam, warung remang-remang, rel kereta api dll dengan sangat detil.

Kutipan 1
“Cikedung adalah desa yang terletak di sebelaah barat kota Indramayu, kira-kira 20 kilo dari jalan pantura, Losarang. Hampaan sawah yang hanya dibatasi kubah langit yang melengkung dan rimbun pohonan yang menyerupai semak-semak, parit-parit di pinggir sawah, sungai-sungai yang membelah jalan, pohon-pohon pisang yang berderet di tepian parit, bau tanah yang basah yang menguar dari sawah, kampong-kampung kecil, dan sampai pada pasar kecil bernama Terisi. Sekitar 3 kilo ke timur dari terisi, disitulah letak kampong kami.” (Halaman 9)

        Selain tempat yang disajikan secaara detil, suasana pun dibangun dengan cukup imajinatif dengan menggunakan gaya bahasa indah dan berbunga-bunga, semaam mengobati kegersangan pada situasi dan kondisi tempat yang sesungguhnya. Seperti suasana pada saat di mushola, suasana pada saaat di sekitar warung remang-remang, suasana riuh dangdut tarlingan, suasana mencekam maupun suasana lain yang dibangun guna mendukung penggambaran cerita.

Kutipan 2
“Angin kumbang semakin menusuk kulit. Terdengar suara merayap-rayap dalam gelap, kadang timbul, kadang hilang bersama angin. Di samping tempat mereka berdiri, tampak pohon-pohon besar menjulang ke langit yang hitam. Seperti menara yang mati ditinggalkan masa kejayaan. Ada bias cahaya yang menerabas semak-semak yang mengelilingi pemakaman itu.” (Halaman 31)

        Peristiwa satu dengan peristiwa yang lainnya pun dibangun penulis sehiingga pembaca benar-benar merasakan situasi yang ada, bukan hanya menjadi tahu tapi turut andil dalam dilemma yang disajikan penulis dalam karyanya.

Kutipan 3 halaman 225

5.       Sudut Pandang
        Sudut pandang atau point of view cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaaparkannya (Aminudin, 2010:90).
        Dalam novel ini, bisa dikatakan bahwa sudut pandang yang digunakan adalah pengarang sebagai pelaku ketiga yang serba tahu. Pengarangan sebagai pengamat dan pengisah yang serba tahu tentang cirri-ciri fisikal, psikologis maupun kadar nasib yang nanti dialami oleh pelaku.

6.       Amanat
        Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang terhadap pembaca melalui tulisan-tulisannya, agar pembaca bisa menarik kesimpulan dari apa yang telah pembaca nikmati (Kosasih: 2006).
        Amanat dari novel Kelir Slindet tidak dinyatakan secara eksplisit. Pengaarang sengaja memberikaan hak otonom kepada pembaca untuk masing-masing menyimpulkan amanat yang terkandung dalam novel. Penulis tidak mengatakan yang hitam itu jelek dan yang putih itu baik. Tidak ada penghakiman yang diperankan oleh penulis. Semua berjalan apa adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar